Selasa, 27 November 2012

Formula Bahan Kertas Non kayu telah Ditemukan IPB


 
Siapa bilang orang Indonesia tidak kreatif, pernyataan tersebut salah besar  . Peneliti bioteknologi Institut Pertanian Bogor menemukan formula bahan kertas tanpa kayu. Hal ini bisa mendukung produksi ramah lingkungan karena mengurangi penggunaan kayu. Pembuatan kertas itu memanfaatkan proses fermentasi dengan mikroba untuk membentuk nata alias selulosa murni sebagai bahan baku.

Nata de coco dari air kelapa, nata de soya dari limbah produksi tahu dari kedelai, atau nata de pina dari limbah nanas merupakan bahan selulosa murni untuk pembuatan kertas ramah lingkungan ini,” kata Kepala Laboratorium Rekayasa Bioproses pada Pusat Penelitian Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (IPB) Khaswar Syamsu, Jumat (30/9), di Bogor, Jawa Barat.
Temuan ini diusulkan menjadi bagian dari program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD). Produksi selulosa murni dengan mikroba hanya perlu waktu 4-6 hari. Selulosa dibuat bubur untuk dicampurkan ke bahan baku kertas dari kayu sampai dengan 50-75 persen. ”Ini bisa menghemat sampai 75 persen bahan baku kertas dari kayu,” kata Syamsu.
Untuk mendukung pemanfaatan teknologi ini dan memperbanyak pasokan bahan baku, diusulkan agar dibuat program revitalisasi pesisir dengan menanam pohon kelapa.
Produksi selulosa menggunakan mikroba juga mengurangi proses penghilangan lignin dan tidak perlu pemutihan dengan klorin sehingga tidak mencemari lingkungan.
Interaksi riset dan industri
Secara terpisah, Ketua Komisi Inovasi Nasional (KIN) Zuhal mengatakan, invensi atau temuan teknologi di Indonesia cukup tinggi, tetapi belum terjadi interaksi positif dengan kebutuhan industri.
”Proses inkubasi sebagai tahap awal implementasi temuan teknologi di perguruan tinggi tidak dijalankan sehingga invensi itu sulit menjadi inovasi yang menggerakkan roda perekonomian,” kata Zuhal.
Menurut Zuhal, regulasi dan sistem insentif bagi industri agar mendukung aplikasi riset di berbagai lembaga ataupun perguruan tinggi tidak jalan. Ini yang membuat kesenjangan antara industri dengan lembaga riset dan perguruan tinggi menjadi lebar.
”Tanpa regulasi dan sistem insentif, investor tidak pernah terlibat sejak awal untuk proses riset yang hasilnya benar-benar akan diaplikasikan,” kata Zuhal.
Selama ini, masyarakat Indonesia menjadi pasar teknologi dari negara tetangga, seperti Malaysia dan China. Zuhal mencontohkan, masyarakat Indonesia menjadi pasar terbesar penggunaan seluler Blackberry sebanyak 5,5 juta unit. Malaysia menjadi pemasok kebutuhan teknologi tersebut.
”Pemerintah perlu mendukung inovasi agar berjalan dengan baik,” kata Zuhal. (NAW)
Sumber: Kompas, 1 Oktober 2011